TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR, Kamrussamad, meminta pemerintah berhati-hati menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Menurut dia, opsi kebijakan tersebut tidak tepat.
Sebab, kata dia, saat ini anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) masih memiliki alokasi yang memadai untuk menanggung ongkos subsidi BBM dan belum sepenuhnya terpakai. Adapun sebelumnya, pemerintah menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi energi, termasuk untuk BBM, menjadi Rp 502 triliun hingga akhir 2022.
“Yang perlu dicatat, dari angka Rp 502 triliun itu, yang dialokasikan sebagai subsidi energi sebesar Rp 208 triliun dan dari pagu subsidi BBM Rp 208 triliun di 2022, belum semuanya terpakai,” ujar Kamrussamad dalam keterangannya, Senin, 22 Agustus.
Politikus Partai Gerindra itu melanjutkan, realisasi belanja subsidi energi hingga semester I 2022 baru Rp 75,59 triliun. Dari jumlah tersebut, subsidi BBM dan LPG tabung 3 kilogram baru mencapai Rp 54,31 triliun atau 36,36 persen dari Pagu APBN 2022 jika mengacu pada Perpres Nomor 98/2022.
Sementara itu, realisasi subsidi listrik mencapai Rp 21,27 triliun atau 35,71 persen dari pagu. “Artinya kita bisa lihat jelas di sini, klaim pemerintah yang menyatakan harga BBM subsidi saat ini sudah membebani APBN hingga Rp 502 triliun, jelas merupakan informasi yang tidak benar,” tutur dia.
Karena itu, untuk 2022, ia menghitung masih ada sekitar 65 persen lagi alokasi APBN untuk subsidi energi untuk di semester II. Menurut Kamrusammad, jika dasar kenaikan harga BBM bersubsidi adalah pembengkakan alokasi anggaran negara, pemerintah salah kaprah. Musababnya APBN 2022 didesain untuk menyangga perekonomian masyarakat di tengah krisis karena pandemi Covid-19.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah masih menghitung skenario penyesuaian subsidi dan kompensasi energi di tengah wacana kenaikan harga BBM. “Pemerintah memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat. Tapi untuk diketahui, harga BBM di Indonesia relatif lebih murah dibanding mayoritas negara di dunia,” ujar Luhut, kemarin.
Jika kebijakan itu telah diputuskan, Luhut memastikan pemerintah akan mensimulasikannya, termasuk skenario pembatasan volume penggunaan BBM bersubsidi. “Pemerintah akan terus mendorong penggunaan aplikasi MyPertamina untuk mendapatkan data yang akurat sebelum pembatasan diterapkan,” ujar Luhut.
BISNIS
Baca juga: Soal Harga BBM Naik, Luhut: Pemerintah Masih Menghitung
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.



Recent Comments