TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani mengungkapkan dampak kenaikan harga pangan terhadap bisnis turunan sektor pariwisata. Dia menyebut kenaikan itu menjadi kendala bagi pemulihan industri hotel dan restoran.
“Soal bahan baku, kenaikan harganya jadi kendala,” ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Ahad 19 Juni 2022.
Haryadi mencontohkan harga minyak goreng dan gandum yang melonjak belakangan ini. Kedua komoditas itu merupakan bahan baku utama untuk catering hotel dan menu-menu di restoran.
Walau harga bahan baku terkerek, Haryadi mengatakan pelaku usaha tidak bisa serta-merta menaikkan harga produk makanan maupun sewa kamar. Sebab, daya beli masyarakat belum terlampau pulih setelah pandemi Covid-19.
Walhasil, pengusaha terpaksa mengurangi keuntungan. “Kan kami enggak bisa juga naikkan harga dengan serta-merta. Kita lihat dari kemampuan masyarakatnya, sekarang masih recovery,” kata Haryadi.
Adapun secara keseluruhan, kondisi bisnis hotel dan restoran sudah mulai menunjukkan gejala pemulihan meski belum sempurna. Jika dibandingkan dengan kondisi pada 2019, kata dia, rata-rata okupansi hotel telah mencapai 60 persen pada semester I 2022.
“Harapan kita di semester dua akan naik, syukur-syukur akan sama dengan 2019,” ujarnya.
Kendati pemulihan sektor hotel dan restoran menunjukkan tanda-tanda yang baik, capainnya belum terjadi secara merata. Di Bali, misalnya. Haryadi menuturkan pertumbuhan okupansi baru terlihat di hotel-hotel di wilayah selatan atau Kabupaten Badung dan sekitarnya. Sementara itu di Bali Tengah dan Bali Utara, tren pertumbuhannya lebih lambat.
Kondisi ini terjadi karena pergerakan wisatawan asing atau wisman belum optimal. Hotel di Pulau Dewata, kata Haryadi, mengandalkan kunjungan tamu dari wisman. “Bali kan mendapatkan tamu dari wisman. Jadi belum masih belum normal sepenuhnya,” kata Haryadi.
Selain masalah wisman, Haryadi berujar okupansi hotel belum sepenuhnya pulih karena mahalnya harga tiket pesawat. Kenaikan harga tiket pesawat berpengaruh terhadap mobilisasi wisatawan, khususnya pelancong domestik.
Faktor lain ialah tren masyarakat yang masih membatasi porsi belanja dan belanja pemerintah yang belum optimal untuk sektor hotel dan restoran. anggaran belanja pemerintah, kata Haryadi, belum sepenuhnya kembali ke 2019.
“Pasar pemerintah kalau di sektor hotel itu bisa 30 persen lho. Kalau APBN dan APBD belum full, itu salah satu faktor yang masih ngerem,” ujarnya. Ia berharap pemulihan bisa terjadi secara menyeluruh dan optimal apabila kasus Covid-19 semakin turun hingga sepenuhnya endemi.
Baca juga: PHRI: Pemulihan Okupansi Hotel di Batam dan Bintan Lebih Cepat Ketimbang Bali
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Recent Posts
- Le Grande Bali, Hotel di Tengah Hamparan Rumput yang Andalkan Sport Tourism.
- Travel Counsellors agents raise £12k for colleague’s ill son Kian
- Pelayaran Islamik Cruise 51.0: Perjalanan Spiritual dan Rekreasi Mewah
- The Role of AI and Integration in Hotels
- Paving the Way for Disability Inclusion through Hospitality Opportunities
Recent Comments