Lima Bulan yang Menentukan


LENGKAP sudah 32 negara yang akan tampil di Piala Dunia 2022 mulai 21 November mendatang di Qatar. Australia dan Kosta Rika menjadi dua tim terakhir yang memastikan diri meraih tiket setelah memenangi pertandingan play-off.

Kejuaraan dunia kali ini akan menjadi kompetisi paling berat karena dilaksanakan di tengah kompetisi nasional dan regional. Selama ini Piala Dunia selalu digelar di akhir musim nasional sehingga konsentrasi pemain bisa tercurah sepenuhnya untuk Piala Dunia.

Namun, kali ini tidak mungkin bisa dilaksanakan seperti itu karena suhu udara musim panas di Qatar tidak memungkinkan para pemain untuk turun bertanding. Dengan temperatur yang bisa di atas 50 derajat celsius, tidak mungkin para pemain bisa tahan bertanding 2×45 menit.

Karena itulah Piala Dunia 2022 digelar di ‘musim dingin’. Pada November nanti suhu udara di Qatar tidak akan terlalu ekstrem. Suhu udara rata-rata sekitar 29,5 derajat celsius dan itu masih memungkinkan diadaptasi oleh para pemain.

Kondisi itulah yang terus memancing kritik atas pemilihan Qatar sebagai tuan rumah. Pelatih Belanda Louis van Gaal menyebutnya sebagai sesuatu yang tidak masuk akal dan omong kosong. Ia menuduh semua ini bisa terjadi karena permainan uang.

Qatar dituduh membayar petinggi FIFA agar dipilih sebagai tuan rumah. Beberapa pejabat FIFA termasuk Michel Platini memang diketahui menerima suap. Mantan bintang sepak bola Prancis itu pun terdepak dari kursi Ketua UEFA.

 

Kepusingan pelatih

Pekerjaan berat harus dihadapi oleh pelatih dari 32 tim nasional yang akan tampil di Piala Dunia 2022. Belum tentu pemain terbaik yang mereka incar siap untuk bisa membela tim nasional. Dua setengah bulan kompetisi yang sedang berjalan bisa membuat pemain yang mereka harapkan tidak fit untuk bergabung di tim nasional.

CEDERA bisa dialami pemain saat kompetisi berjalan. Apalagi jadwal yang dibuat untuk musim kompetisi 2022/2023 akan lebih padat karena harus dikosongkan lebih dari satu bulan untuk menyesuaikan jadwal Piala Dunia 2022.

Liga Primer Inggris, misalnya, istirahat mulai 12 November 2022 untuk memberikan kesempatan para pemain yang terpilih masuk tim nasional di negara mereka bisa memiliki waktu dua minggu untuk berlatih bersama. Kompetisi di Inggris baru akan bergulir kembali saat Boxing Day pada 26 Desember.

Sekarang saja nyaris tidak ada waktu libur musim panas bagi para pemain di Eropa. Setelah kompetisi nasional berakhir, mereka harus tampil di ajang Nations League. Bahkan dengan jadwal yang begitu padat, semua negara harus tampil tiga kali dalam dua pekan.

Pelatih Jerman Hans-Dieter Flick mengeluhkan jadwal pertandingan yang terlalu padat. Anak-anak asuhannya tidak cukup waktu untuk memulihkan kondisi fisik setelah satu pertandingan dijalani. Padahal, lawan-lawan yang harus dihadapi merupakan tim yang berat.

Jerman berada dalam satu grup bersama juara Eropa Italia, Inggris, dan Hongaria. Tiga pertandingan pertama, tim asuhan Hansi-Flick hanya mampu bermain imbang melawan tiga lawan mereka. Baru pada pertandingan keempat Rabu lalu, Die Mannschaft meraih kemenangan pertama mereka 5-2 atas Italia.

Salah satu partai yang menentukan langkah mereka lolos ke semifinal akan dihadapi Kamis mendatang. Jerman harus menang atas Hongaria pada pertandingan yang akan dimainkan di Red Bull Arena, Leipzig.

Hongaria di luar dugaan tampil istimewa di Nations League. Mereka mencatat dua kali kemenangan atas Italia dan Inggris. Bahkan pada pertandingan ketiga, mereka mempermalukan tim asuhan Gareth Southgate 4-0.

Di tangan pelatih asal Italia, Marco Rossi, Hongaria bermain dengan penuh rasa percaya diri dan produktif. Para pendukung the Three Lions sampai tidak percaya tim kesayangan mereka dibuat tidak berdaya di kandang sendiri di Stadion Molineux, Wolverhampton.

 

Wake-up call

Inggris yang mencoba membangun sepak bola mereka dan nama besar the Three Lions berharap untuk bisa mengangkat piala di Qatar nanti. Kiprah klub-klub Inggris di kompetisi Liga Eropa melambungkan harapan itu karena dalam lima tahun terakhir mereka boleh dikatakan menjadi rajanya.

Kekalahan Rabu lalu dari Hongaria seakan membangunkan mimpi mereka. Perjalanan untuk menjadi juara dunia masih jauh. Southgate masih mempunyai pekerjaan rumah besar untuk membangun tim nasional Inggris yang hebat seperti 1966 lampau.

Itu terutama disebabkan kelas pemain lapis kedua yang ia miliki jauh di bawah tim utama. Ketika Raheem Sterling, Phil Foden, dan Mason Mount duduk di bangku cadangan, Inggris kehilangan ketajaman. Kapten Harry Kane tidak sanggup untuk bermain di depan sendirian.

Demikian pula ketika Declan Rice tidak dimainkan, lapangan tengah the Three Lions tiba-tiba seperti limbung. Tim asuhan Southgate kehilangan pilar penyangga sehingga mudah diterobos para pemain Hongaria yang menerapkan sistem serangan balik cepat.

Di belakang Inggris masih bergantung kepada Harry Maguire. Padahal, center-back itu merupakan titik terlemah Manchester United sehingga dikecam pendukungnya sendiri dan bahkan rumahnya diancam akan dibom karena dianggap menjadi penyebab utama terpuruknya prestasi ‘Setan Merah’.

Namun, Kane mencoba membela rekan-rekannya bahwa kekalahan 0-4 dari Hongaria bukanlah sebuah kiamat. Itu bagian dari proses penguatan yang harus dilewati the Three Lions. Ia masih yakin Inggris akan tampil lebih baik dan masih memiliki peluang untuk menjadi juara dunia di Qatar nanti.

Pertandingan kelima menghadapi Italia, Kamis mendatang, menjadi ujian bagi Inggris. Sejauh mana Kane dan kawan-kawan memiliki mentalitas yang kuat untuk bangkit dari kekalahan dan kembali tampil sebagai tim yang pantas difavoritkan di Qatar nanti.

Inggris selama beberapa dekade terakhir ibarat hanya menjadi ‘jago kandang’. Hanya di Liga Primer para pemain Inggris kelihatannya hebat. Namun, ketika tampil di ajang yang lebih tinggi, mereka seperti anak bawang.

Setelah Piala Dunia 1996 di Inggris, the Three Lions tidak pernah mampu tampil di pertandingan puncak Piala Dunia. Prestasi terbaik mereka hanyalah semifinal Piala Dunia 1990 dan Piala Dunia 2018. Selebihnya Inggris hanya menjadi penggembira dan hebat dalam pemberitaan saja.

Lima bulan terakhir ini merupakan waktu penentuan bagi Southgate untuk membangun sebuah tim Inggris yang berbeda dan hebat. Empat tahun lalu ia sudah mampu membawa the Three Lions sampai semifinal, seharusnya kali ini bisa lolos ke final. Kalau tidak, Southgate siap-siap untuk tergusur dari kursi pelatih nasional seperti para pendahulunya.






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »