Bursa AS Jeblok ke Level Terburuk Sejak Maret 2020, Apa Sebabnya?


TEMPO.CO, Jakarta – Bursa saham Amerika Serikat atau Bursa AS jeblok pada akhir perdagangan Jumat, 30 September 2022. Anjloknya bursa saham tersebut sekaligus mengakhiri kinerja pada bulan September ini dengan penurunan bulanan terburuk sejak Maret 2020.

Data Bloomberg menunjukkan indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 1,71 persen ke level 28.725,51, sedangkan indeks S&P 500 jeblok 1,51 persen ke 3.585,62 dan Nasdaq Composite juga turun 1,51 persen ke 10.575,62.

Adapun sepanjang September 2022, pasar saham berulang kali terpukul oleh keputusan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) yang terus menaikkan suku bunga agar laju inflasi terkendali.

Tak hanya Dow Jones, Wall Street juga melemah selama tiga kuartal berturut-turut. Hal ini pertama kalinya terjadi sejak sejak 2009. Sementara imbal hasil obligasi Treasury AS menguat, dengan imbal hasil tenor 10 tahun mencapai 3,82 persen.

Wakil Gubernur The Fed Lael Brainard sebelumnya menyatakan perlu memantau dampak kenaikan suku bunga terhadap stabilitas pasar global. 

Namun begitu, pasar saham terus tertekan setelah investor mencerna data konsumsi pribadi yang kuat. Data tersebut menjadi salah satu pengukur inflasi AS yang menjadi preferensi The Fed.

Sementara itu, aset berisiko terus tertekan sejak The Fed memutuskan kenaikan suku bunga acuan pekan lalu ke level 3,25 persen. Rencana kenaikan bunga lebih lanjut juga menjadi perhatian utama pasar.

Tekanan pekan ini juga terjadi di pasar Inggris setelah pemerintah mengumumkan pemotongan pajak. Hal itu disebut-sebut bakal memperburuk tekanan inflasi. Bank of England pun berusaha mengelola kekacauan yang terjadi dengan melakukan intervensi.

Investor kini menunggu data tenaga kerja pekan depan untuk petunjuk lebih lanjut tentang laju kenaikan suku bunga The Fed. Selain itu, data inflasi dan PDB juga akan memberikan gambaran detail apakah tekanan harga berkurang secara berarti.

Fokus investor juga akan tertuju pada musim laporan pendapatan yang dimulai bulan depan. Dari laporan-laporan itu dapat terlihat bagaimana perusahaan bertahan melalui berbagai hambatan, yang mencakup penguatan dolar AS, kenaikan biaya, dan penurunan permintaan.

Kekhawatiran akan resesi global masih meningkat karena ancaman tingkat suku bunga yang lebih tinggi melemahkan pertumbuhan. “Investor bersemangat dan gugup untuk menyadari bagaimana bank sentral global bersikan dovish atau hawkish karena kondisi keuangan dan suku bunga melemahkan kinerja ekonomi dan mengancam stabilitas keuangan,” kata ekonom senior Interactive Brokers José Torres.

Sementara itu, ketegangan geopolitik juga terus membara setelah Vladimir Putin bersumpah bahwa pencaplokan empat wilayah Ukraina tidak dapat diubah. Di saat yang sama Presiden Joe Biden menyatakan bahwa kebocoran sistem pipa gas Nord Stream di Laut Baltik adalah tindakan yang disengaja.

BISNIS

Baca: Per Hari Ini, Harga Pertamax Turun Jadi Rp 13.900 per Liter

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »