Gizi Buruk Pengaruhi Kualitas Intelektual Anak Indonesia


BERDASARKAN Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan tahun 2021, angka prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen. Data ini selaras dengan laporan yang tercatat dalam The State of Food Security and Nutrition in the World pada 2021 penderita gizi buruk di Indonesia paling tinggi di Asia Tenggara atau mencapai 17,7 juta orang.

Laporan itu juga menunjukkan bahwa meski beberapa negara bangkit dari pandemi Covid-19, nyatanya kelaparan global terus meningkat dan banyak kebijakan negara tidak berkontribusi dalam mengurangi kerawanan pangan dan malnutrisi. 

Baca juga: Natal dan Tahun Baru, Momentum Bekerja Sama Merawat Semangat Kebangsaan

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyampaikan situasi gizi buruk atau stunting yang tinggi di Indonesia cukup berpengaruh pada kualitas intelektual anak indonesia. 

“Kita tahu angka stunting kita terakhir masih 24,4 persen. Angka stunting yang masih cukup tinggi itu rupanya berpengaruh pada perkembangan otak dan daya kemampuan anak Indonesia untuk berpikir. Ditambah lagi literasi kita yang rendah. Sehingga dari data World Population Review 2022, Indonesia itu peringkat 120 dari 199,” ujar Hasto kepada Media Indonesia, Minggu (25/12). 

“Capaian IQ di Indonesia lebih rendah kalau dibandingkan dengan negara tetangga seperti Laos, Filipina, Brunei, Thailand, Vietnam, bahkan Malaysia,” imbuh dia. 

Hasto berpesan agar Indonesia terus berbenah agar dapat mengurangi angka stunting dan memperbaiki pengetahuan soal kebutuhan gizi. Pembangunan manusia, kata Hasto juga sangat penting.

“Kita boleh euphoria 2045 akan mendulang generasi emas. Tetapi kan kita tahu generasi emas itu bukan hanya dari usianya saja yang produktif, tetapi kualitasnya juga perlu diperhatikan. Kalau usia produktif banyak, tetapi kemampuan intelektualnya tidak bagus, IQ nya tidak bagus, itu bagaimana? Itu yang harus kita sadari tentang keadaan kita sekarang,” jelas dia. 

Hasto meminta agar seluruh pihak berperan aktif memperbaiki literasi gizi, kesehatan anak dan pola pengasuhan. Hasto meyakini stunting dan tingkat kecerdasan anak bisa dibentuk dan diperbaiki apabila seluruh pihak bergerak. 

“Semua dimulai dari keluarga. Saya minta ketika keluarga ada uang, itu jangan berpikirnya beli stok susu formula yang banyak, bubur-bubur instan yang banyak. Tetapi beli telur, sayur, ikan. Saya ingin pola pikir itu juga diubah. Sama juga pola pengasuhan orangtua saya. Relasi orangtua juga harus sehat. Agar anak sehat bukan hanya raga saja, tetapi jiwanya juga. Secara psikis sehat. Itu saya rasa yang perlu kita benahi,” tandasnya. (OL-6)






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »